Pahami Konsep Four Frames of Leadership Ketika menjadi Leader

Kepemimpinan merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam mengelola organisasi, tim dan juga negara. Memahami esensi dari kepemimpinan adalah kunci untuk mencapai keberhasilan dalam mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan mencakup berbagai hal termasuk kemampuan untuk mempengaruhi, menginspirasi, dan menggerakan individu atau kelompok. Kepemimpinan pada ranah politik Indonesia, telah menjadi sorotan utama seiring dengan dinamika kompleks yang mempengaruhi kebijakan negara Indonesia. Berbagai figur politik mulai dari presiden hingga pemimpin daerah, memiliki peran yang signifikan dalam membentuk dan mengarahkan kebijakan serta tindakan yang mempengaruhi masyarakat dan negara. Dapat kita pahami bahwa kepemimpinan adalah konsep multifaset yang mana didalamnya terdapat keterampilan, perspektif, dan pendekatan. Pada konsep Four Frames of Leadership akan membantu menguraikan dan memahami konsep kepemimpinan efektif dalam kompleksitas kepemimpinan. Hal ini memungkinkan kita untuk mengeksplorasi kepemimpinan secara holistik untuk melihat kepemimpinan politik dari berbagai perspektif structural, human resource, political, symbolic, dari empat konsep ini akan memberikan lensa yang berbeda untuk memahami cara pemimpin dalam penerapan kepemimpinannya.
Teori Four Frames of Leadership
Teori Four Frames of Leadership, yang dikembangkan oleh Lee Bolman dan Terrence Deal, adalah suatu konsep yang menjelaskan kepemimpinan dalam berbagai konteks. Pada teori ini, Bolman dan Deal berpandangan bahwa pemimpin, sebagaimana juga organisasi, dapat dianalisis melalui empat kerangka perspektif berbeda: structural, human resource, political, dan symbolic. Masing-masing kerangka memberikan pandangan yang unik tentang bagaimana kepemimpinan dijalankan, termasuk di dalamnya terdapat konsep struktur organisasi, hubungan interpersonal, politik, dan simbolisme. Bolman dan Deal mendapati bahwa pemimpin yang efektif adalah mereka yang mampu mengintegrasikan atau menggabungkan elemen-elemen dari berbagai kerangka ini sesuai dengan situasi dan tantangan yang dihadapi. dengan kata lain, semakin baik seorang pemimpin memahami dan menguasai bingkai kepemimpinan yang berbeda, semakin efektif gaya kepemimpinannya.
a. Structural frame
Structural Frame dalam konsep kepemimpinan Bolman dan Deal (2008), merupakan pendekatan yang berfokus pada struktur organisasi, proses, peran, dan peraturan dalam organisasi, diasumsikan bahwa organisasi yang baik harus memiliki struk yang baik dengan proses yang efektif. Selain itu, kerangka ini juga menekankan pentingnya hirarki dan pengorganisasian peran tanggung jawab. Bolman dan Deal (2017) menyoroti pentingnya merancang sistem untuk mencapai hasil yang diinginkan. organisasi harus menetapkan struktur yang sesuai dengan karakteristik dan hasil yang diinginkan (Bolman & Deal, 2008), dalam menentukan struktur Organisasi harus mempertimbangkan enam dimensi utama, yaitu (a) ukuran dan usia organisasi, (b) proses inti yang ada, (c) faktor lingkungan eksternal, (d) strategi dan tujuan organisasi, (e) teknologi informasi yang digunakan, dan (f) karakteristik tenaga kerja yang ada (Bolman & Deal, 2008). Mereka yakin bahwa pemimpin atau organisasi yang menerapkan Structural Frame akan cenderung memiliki perencanaan terstruktur, pengaturan peran tanggung jawab yang jelas, dan manajemen tugas dengan efektivitas yang tinggi, akan cenderung mencapai kinerja yang lebih baik dalam mencapai tujuan organisasi.
b. Human Resource Frame
Human Resource Frame (Sumber Daya Manusia) adalah suatu pendekatan kepemimpinan yang didasarkan pada asumsi bahwa organisasi ada untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan hubungan antara individu dan organisasi harus saling menguntungkan (Bolman & Deal, 2003). kerangka ini, fokus utamanya adalah pada kebutuhan dan interaksi individu dalam konteks organisasi. Pemimpin yang mengadopsi kerangka Human Resource akan memprioritaskan perasaan dan hubungan antara individu dalam organisasi. Mereka percaya bahwa organisasi harus memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti karier, gaji, dan kepuasan pekerjaan. Pendekatan ini mendorong pemimpin untuk memimpin melalui fasilitasi dan pemberdayaan anggota organisasi.
Menurut Katzenbach dan Smith (1993), salah satu tanggung jawab kepemimpinan dalam kerangka Human Resource adalah membantu kelompok mengembangkan “rasa memiliki arah dan komitmen bersama.” Pemimpin yang efektif dalam kerangka ini membantu anggota organisasi berkomunikasi dan bekerja sama sebagai tim yang solid. Mereka memahami pentingnya kerjasama dan berkontribusi pada kepuasan individu dan efektivitas kelompok. Follett, dalam pandangan sosial organisasi (Robbins, 2003), percaya bahwa manajer dan pekerja harus memandang diri mereka sebagai mitra, menekankan pentingnya aspek sosial dalam hubungan organisasi. Teori Greenleaf tentang kepemimpinan pelayan (1977) mengidentifikasi pemimpin sebagai individu yang bersedia melayani kebutuhan para pengikutnya. Pemimpin pelayan ini peduli pada organisasi dan anggota tim mereka, menghormati kebutuhan individu, dan berfokus pada kepedulian terlepas dari situasi. kerangka Human Resource, terdapat empat asumsi inti, sebagaimana diuraikan oleh Bolman dan Deal (2008): (a) organisasi ada untuk melayani kebutuhan manusia, (b) manusia dan organisasi saling membutuhkan satu sama lain, di mana organisasi memerlukan ide, energi, dan bakat manusia, dan sebaliknya, manusia membutuhkan karier, gaji, dan kesempatan dari organisasi, (c) ketika kecocokan antara individu dan sistem organisasi buruk, salah satu atau kedua belah pihak akan dirugikan dan, (d) kecocokan yang baik akan menguntungkan kedua belah pihak.
Kerangka Human Resource memandang organisasi dari perspektif karyawan dan hubungan mereka dalam organisasi. Namun, perlu diingat bahwa dalam kerangka ini, kebutuhan individu dan organisasi tidak selalu selaras. Hal ini ditunjukkan dengan lebih sedikit penekanan pada otoritas dan hierarki organisasi, dan lebih pada penghormatan terhadap perasaan, sikap, dan keterampilan individu yang dipimpin (Greenwood, 2008).
c. Political Frame
Political Frame dalam organisasi untuk mengamankan kekuasaan dan sumber daya, adanya persaingan dengan mempertimbangkan dinamika konflik dan pembentukan koalisi (Bolman & Deal, 2017). dari sudut pandang Political Frame, organisasi dianggap sebagai arena politik yang kompleks tempat berkumpul berbagai kelompok, individu yang beragam kepentingan (Bolman & Deal, 2003).
Terdapat lima proposisi dasar yang menjadi landasan kerangka politik ini.
- Organisasi dianggap sebagai koalisi dari individu dan kelompok dengan kepentingan yang beragam dan kompleks.
- Perbedaan dalam nilai, kepercayaan, informasi, kepentingan, dan persepsi antara anggota koalisi terus berlanjut.
- Menjadikan konflik sebagai unsur sentral dalam dinamika organisasi, sementara kekuasaan dilihat sebagai aset yang paling penting.
- Keputusan penting melibatkan alokasi sumber daya.
- Tujuan dan keputusan dicapai melalui negosiasi dan tawar-menawar di antara kelompok-kelompok dengan kepentingan yang saling bersaing.
Political Frame menekankan realitas dalam pengambilan keputusan organisasi dalam lingkungan yang penuh dengan kepentingan yang berbeda dan sumber daya yang terbatas (Bolman & Deal, 2008). Menurut Bolman dan Deal (2008), terdapat sembilan sumber kekuasaan yang dapat digunakan, termasuk posisi atau otoritas, kontrol atas imbalan, kekuasaan koersif, informasi atau keahlian, reputasi, sifat personal, aliansi atau jaringan, agenda, dan pembingkaian. Pemimpin perlu memahami dan menggunakan kekuasaan dengan bijak untuk mencapai tujuan organisasi.
d. Symbolic Frame
Symbolic Frame berasal dari cara komunikasi yang menyampaikan makna simbolis kepada anggota suatu organisasi, konsep ini didasarkan pada asumsi mendasar bahwa simbol mewakili dan mewujudkan budaya organisasi, pola kepercayaan, nilai-nilai, praktik, yang saling terkait yang mendefinisikan siapa mereka dan bagaimana mereka harus bertindak (Bolman & Deal, 2003). Pemimpin simbolik mengembangkan simbol dan budaya untuk membentuk perilaku manusia dan mencerminkan misi dan identitas organisasi. Makna dan prediktabilitas dikonstruksi secara sosial dan peristiwa dipandang lebih bersifat interpretatif dibandingkan obyektif. Pemimpin simbolik bekerja dalam kerangka simbolik yang menginspirasi, karisma, dan drama dalam organisasi. Selain itu, mereka memperhatikan mitos, ritual, upacara, cerita, dan bentuk simbolik kepemimpinan lainnya (Bolman & Deal, 2003).
Temukan tulisan lainnya yang bermanfaat terkiat karir dan peluang kerja mu
1 thought on “Pahami Konsep Four Frames of Leadership Ketika menjadi Leader”